BIOGRAFI SOE HOK GIE
Berikut
ini adalah biografi Soe Hok Gie. Semasa mudanya beliau merupakan seorang
penulis terkenal. Untuk
lebih jelasnya kalian bisa baca biografi di bawah ini :
Soe
adalah seorang etnis Tionghoa Katolik Roma. Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah
berasal dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Tiongkok. Ayahnya bernama Soe Lie
Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya;
kakaknya Arief Budiman, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya
Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.
Pendidikan,
karier dan kematian
Setelah
menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di
Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 sampai 1969; setelah menyelesaikan
studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya sampai kematiannya. Ia
selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes
Presiden Sukarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan
berbagai artikel yang dipublikasikan di koran-koran seperti Kompas, Harian
Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Setelah Riri Riza
merilis film berjudul Gie pada tahun 2005, artikel-artikelnya disusun oleh
Stanley dan Aris Santoso yang diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan oleh
penerbit GagasMedia.
Sebagai
seorang pendukung hidup yang dekat dengan alam, Soe seperti dikutip Walt
Whitman dalam buku hariannya: "Sekarang aku melihat rahasia pembuatan
orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara terbuka dan untuk makan dan
tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe membantu mendirikan Mapala UI,
organisasi lingkungan di kalangan mahasiswa. Dia menikmati kegiatan hiking, dan
meninggal karena menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari
sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari
Lubis. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di
Jakarta Pusat.
Soe
pernah menulis dalam buku hariannya:
"Seorang filsuf Yunani pernah menulis
... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati
muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah
mereka yang mati muda."
Pernyataan
Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzsche, kepada seorang filsuf Yunani.
Buku
hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran
yang berisi opini dan pengalamannya terhadap aksi demokrasi. Soe dalam tesis
universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.
Buku
harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang
disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok
Gie. Soe juga merupakan subjek dari sebuah buku 1997, yang ditulis oleh Dr John
Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual.
Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul
Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.
Gie
dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas,
Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35
karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang
waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman
Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam
Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera
Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan
dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan
Komentar
Posting Komentar